Minggu, 25 Mei 2014

Yang Pergi Mendahului Kami....

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun....
Telah berpulang ke haribaan yang Maha Cinta, Allah SWT, pada hari Sabtu petang, 24 Mei 2014, pada pukul 19.39, Hajah Rachmi Afianty binti Abdurahman Daud, salah seorang dari 9 penggagas, pendiri, dan penggerak komunitas gerakan moral - Recehan untuk Indonesia. Dia adalah salah satu penggerak yang paling aktif mengajak teman, sahabat, dan kerabat untuk ikut andil dalam kegiatan menyantuni anak yatim, piatu, dan dhuafa, yang diselenggarakan oleh Recehan untuk Indonesia beberapa bulan terakhir ini. Oleh karena itu, sahabat-sahabatnya di dalam komunitas itu memintakan maaf, apabila ada di antara donatur yang merasa kurang berkenan dengan apa yang telah disampaikan atau dilakukan oleh Almarhumah. Bagaimana pun, Almarhumah membawa tujuan yang baik. "Tolong dimaafkan...," ucap Justina, yang sahabat Amarhumah dan teman satu SMA-nya, mewakili yang lain, sambil berurai airmata.

Keesokan harinya, Minggu, 25 Mei 2014, dengan sepenuh rasa ikhlas, semua kerabat, teman dan sahabat, serta siapa pun yang mengenalnya, mengantarkannya ke kediaman terakhirnya di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Pukul 11 - seperti waktu yang biasa ditetapkan olehnya dan teman-teman penggerak Recehan untuk Indonesia, sebagai jam awal kegiatan santunan buat anak yatim pada tiap hari Minggu, kecuali hari Minggu ini – alumni SMAN 8F angkatan tahun 1983 ini telah masuk ke kediaman terakhirnya. Airmata perpisahan mengiringinya, sebagai ungkapan bahwa semua yang hadir dalam prosesi pemakaman, merasa sedih karena harus berpisah dengan orang yang begitu baik, yang selalu terlihat cantik, riang, dan ramah menyapa siapa pun. "Allah sudah mengatur waktu buat kepergian Almarhumah ini, sehingga kami semua bisa hadir untuk menemuinya di saat-saat terakhirnya, dan mengantarnya ke 'rumah barunya'...," ungkap Etty, menyadarkan bahwa ada yang istimewa dengan waktu kepergian Almarhumah ini.

Inilah salah satu bukti kemaha-kuasaan Tuhan dalam menentukan segala sesuatu. Setelah penyelenggaraan ke-9 acara santunan bagi anak yatim, piatu, dan dhuafa, yang dilangsungkan pada hari Minggu, 18 Mei 2014 - lalu, para penggerak Recehan untuk Indonesia berkeputusan akan menggeser jadual acara ke-10, yang semestinya diselenggarakan pada hari Minggu, 25 Mei 2104, ke hari Selasa, 27 Mei 2014, yang bertepatan dengan hari libur Isra Mi'raj. Penggeseran hari pelaksanaan itu, dikarenakan pada hari Minggu tanggal 25 Mei 2014, para penggerak Recehan untuk Indonesia yang juga tim inti dari Komunitas Alumni SLTA DKI Jakarta, akan menggelar acara besar yang sudah direncanakan sejak setahun silam. Namun ternyata, rencana acara di tanggal 25 Mei 2014 itu, pun, atas permintaan pemerintah daerah, waktunya digeser ke hari Kamis, 29 Mei 2014, karena rupanya, Tuhan punya rencana yang lebih pasti.

Rachmi Sang Juara Satu
Akhir 2012, ketika Almarhumah dan sahabat-sahabatnya bersepakat buat mengabdikan sisa hayat melalui jalan ibadah - dengan mendirikan Recehan untuk Indonesia, itu merupakan kesepakatan di antara mereka untuk berkompetisi agar menjadi yang terbaik dalam niat dan ibadah, agar memperoleh ridho Allah dan lantas dicintai-Nya sebagai hamba yang soleh atau solehah. Karena sebagai orang-orang yang sadar usia, mereka paham bahwa sudah tidak banyak lagi waktu yang mereka miliki untuk dapat menunaikan kewajiban sosial yang selama ini mereka pinggirkan. Oleh karena itu, mereka lantas menyepakati bahwa Recehan untuk Indonesia adalah kendaraan yang akan mereka gunakan buat menunaikan amanat kodrati mereka, kepada sesama dan seluruh alam pada umumnya.

Mereka lantas berlomba untuk melakukan segala kebaikan, agar bisa menjadi yang terbaik dalam pandangan Tuhan, supaya mendapatkan kasih sayang dan rahmat-Nya dalam perjalanan pulang kepada-Nya - suatu hari nanti. Dan ternyata, Allah memilih Rachmi Afianty sebagai Juara Satu-nya. Rupanya, dialah yang terbaik, yang paling dicintai dan diridhoi oleh-Nya. Karena itu, dialah yang pertama dipanggil pulang ke haribaan-Nya, untuk menempati rumah barunya yang penuh rahmat dan berkelimpahan kasih sayang-Nya, seraya menanti hari besar dalam semesta keabadian. Dan kedelapan sahabatnya terus berlomba untuk memperoleh tempat terdepan di dalam antrian.

"Mati itu soal waktu," kata Linda, "Soalnya semua orang juga menuju ke sana. Jadi, kami semua sudah menyiapkan diri buat menyusul Rachmi, sebagai Juara Kedua, Ketiga, sampai yang Kesembilan nanti. Mudah-mudahan, waktu kami semua sudah tiada nanti, Recehan untuk Indonesia ini bisa menjadi warisan yang berharga buat generasi yang lebih baik. Supaya mereka bisa mewujudkan cita-cita kami untuk menjadikan kehidupan jadi lebih ramah bagi mereka yang yatim, piatu, dan dhuafa...."

Akhir Pekan Bersimbah Airmata
Jumat malam, 23 Mei 2014, menjelang tengah malam. TNOL mendapat kabar bahwa Rachmi Afianty masuk rumah sakit. Maka tanpa membuang waktu, TNOL bersama Justina Ratnawati segera pergi ke Rumah Sakit Tebet. Tiba di Unit Gawat Darurat, kami menemukan Rachmi dalam keadaan tidak sadar dan tengah ditangani oleh tim medis. Tak lama kemudian, bersama Andi Mulyanto, suami Rachmi, dan Ria Rasyim, juga pendiri dan penggerak Recehan untuk Indonesia, TNOL menemui dokter jaga yang akan menjelaskan hasil CT Scan. Dan beritanya buruk sekali. Benar-benar pukulan berat di Sabtu dinihari itu bagi kami semua.

Rachmi yang memang memiliki riwayat hipertensi, mendapat serangan mendadak ketika ia dan teman-temannya di Ikatan Alumni SMP 73, sedang mempersiapkan acara Tabligh Akbar yang akan mereka selenggarakan pada hari Sabtu, 24 Mei 2014. Ia mengalami stroke, dan ada pembuluh darah yang pecah dalam kepalanya. Tumpahan darah di dalam batok kepalanya sudah sekitar 100 cc dan menekan otaknya, sehingga membuatnya kehilangan kesadaran. Dokter bilang, "Upaya penyelamatan yang paling mungkin adalah dengan melakukan pembedahan, agar darahnya bisa dikeluarkan, dan kebocoran dihentikan. Untuk itu, diperlukan ahli bedah saraf." Dokter muda itu juga menambahkan dokter-dokter ahli lain yang harus dilibatkan sebelum upaya pembedahan itu dilakukan.

Maka, sementara tim medis mengupayakan menurunkan tensi darah Rachmi, upaya mencari rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk tindakan operasi bedah saraf segera dilakukan. Anak-anak dan adik Rachmi menghubungi semua rumah sakit yang mereka ketahui atau disarankan. Namun hasilnya nihil. Semua rumah sakit yang dihubungi menyatakan unit ICU-nya penuh. Jadi, apa yang harus dilakukan? Airmata mulai tumpah. Dan tangis tak bisa lagi ditahan ketika pada sekitar pukul 02 dokter menyampaikan kabar bahwa Rachmi berhenti bernapas, dan meminta izin buat memasang selang untuk alat bantu pernapasan. Maka runtuhlah sisa harapan....

Doa dalam Tangis
Pukul 04, Rachmi masuk ke ruang ICU Rumah Sakit Tebet. Ia bertahan dengan alat bantu pernapasan memompakan oksigen ke paru-parunya. Karena lelah oleh kesedihan, dan sedikit merasa tenang karena Rachmi sudah dalam penanganan yang lebih intensif, TNOL dan Justina pulang untuk sholat Subuh dan istirahat sejenak. Ketika kami kembali ke rumah sakit, sudah banyak teman, sahabat, dan kerabat yang berkumpul di ruang tunggu ICU. Rupanya, pagi-pagi sekali, dokter telah menyampaikan kepada pihak keluarga Rachmi bahwa pendarahan telah menekan batang otak, sehingga kecil kemungkinan Rachmi bisa diselamatkan. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun....

Sore, teman-teman Rachmi di Ikatan Alumni SMP 73 datang – rupanya Tabligh Akbar yang mereka selenggarakan baru usai. Setelah menjenguk Rachmi di ruang ICU, mereka mengajak semua yang ada di ruang tunggu untuk berhimpun dan berdoa, guna memohonkan kepada Tuhan akhir yang terbaik buat sahabat kami itu. Dan tak terbendung lagi, tangis dan airmata bertumpahan dalam doa yang pilu. Karena kami semua menyadari, kami akan kehilangan Rachmi. Hanya kapan saat terjadinya itu yang belum kami ketahui.

Usai berdoa bersama, karena harus menghadiri rapat untuk kegiatan gerak jalan, TNOL bersama Justina dan Linda bertolak ke Hotel Acacia di daerah Kramat. Sekitar pukul 19, kami berpindah lokasi rapat di Cafe F1 di Manggarai Utara, karena kangen ingin makan Ayam Polez. Namun belum lagi hidangan pesanan kami datang, kabar dari Rumah Sakit Tebet sampai ke kami. Linda langsung menangis meraung-raung, kemudian juga Etty dan Justina. Rachmi telah dipanggil Sang Maha Cinta, untuk kembali keharibaannya. Dengan rasa sedih menyesak dada, kami mengucap, “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun....”

Perjalanan terakhir Rachmi
Satu-satunya orang yang masih bisa berpikir waras setelah mendapat kabar wafatnya Rachmi ialah Bagaz. Dia yang menyuruh kami meneruskan niat buat makan malam dulu sebelum berangkat ke rumah sakit. “Akhir-akhir ini kita semua hidup pontang-panting dan nggak sehat. Ini bahaya. Makanya, sebaiknya kita makan dulu. Kita nanti nggak akan sempat makan kalo udah mulai mengurus jenasah Rachmi.”

Itu benar sekali. Sampai di rumah sakit kami langsung masuk ke ruang ICU, untuk menemui Rachmi yang terakhir kalinya. Setelah semua urusan dengan rumah sakit beres, jenasah segera kami bawa dengan ambulans. Andi, Justina, Bagaz, dan TNOL ikut dalam ambulans. Kami menempuh perjalanan yang lumayan panjang dan penuh guncangan, sebelum akhirnya sampai di rumah Rachmi di Kemang Pratama II, Bekasi.

Karena besok pagi-pagi, janjiannya sekitar pukul 06, kami akan survei lokasi di sekitaran Monas, dan lagipula kami semua juga sudah merasa amat letih, kami terpaksa bertolak kembali ke Jakarta pada menjelang tengah malam. Namun ternyata, yang akhirnya berhasil pergi ke Monas pada pagi harinya hanya Bagaz, Etty, dan Linda. Yang lain, rata-rata baru terbangun selepas pukul 09. Alarm jam yang kami pasang tak berhasil membangunkan kami. Dengan badan masih terasa lelah, TNOL dan Justina duduk termangu sejenak di tempat tidur. Pukul 10, ketika kami baru selesai menyegarkan diri, datang kabar dari Andi dari Bekasi. Jenasah telah diberangkatkan menuju TPU Menteng Pulo.

Bersiap-siap sebentar, kami berangkat ke Menteng Pulo. Tiba di sana, sudah banyak teman Alumni SMA 8F di pelataran parkir kantor pemakaman. Hanya sempat bertegur sapa sejenak, lalu datang pemberitahuan bahwa jenasah telah tiba. Maka buru-buru kami pergi ke lokasi pemakaman. Prosesi pemakaman terasa berjalan dengan cepat, sehingga terasa seolah Rachmi direnggutkan dengan cepat dari kami. Airmata tak terbendung, tumpah ruah bersama doa yang menyembur dari dalam kesedihan hati.

Setelah Rachmi sempurna dimakamkan, dan semua pengantarnya telah beringsut pergi, semua temannya – penggagas, pendiri, dan penggerak Recehan untuk Indonesia berkumpul di sisi pusaranya dan mengobrol serta bersenda-gurau seolah Rachmi masih ada di antara mereka. Bahkan sesekali mereka melontarkan perkataan kepada Rachmi. Andi yang bergabung kemudian, dan melihat ada pohon bougenville tumbuh subur di dekat makam istrinya, berkata kepada teman-temannya bahwa Rachmi suka sekali dengan bunga bougenville, serta minta tolong pada Bagaz untuk memetikkan bunga bougenville itu. Tanpa banyak kata, Bagaz langsung pergi ke pohon bougenville dan memetik kembang kertas itu serta meletakkannya ke atas pusara Rachmi.

Langkah Bagaz itu segera menggugah Ria, Etty, dan TNOL untuk menghias pusara Rachmi dengan bunga. Maka mereka hiaslah pusara itu hingga terlihat begitu cantik, meriah, dan ceria. Lucunya hal itu justru membuat kami bertiga jadi menangis karena teringat bagaimana modisnya penampilan Rachmi. Pusara itu benar-benar seperti Rachmi!

Sebelum beranjak meninggalkan pusara Rachmi, sambil menyentuh kayu nisan, TNOL mengucapkan, “Selamat jalan, Rachmi. Kamu yang juara satu. Kamu yang paling dicintai Allah di antara kita semua. Tapi kami semua pasti akan datang untuk menyusul kamu. Jadi, tunggu kami di sana, ya....”

Rachmi memang telah tiada di sisi kami lagi. Namun semangat dan cita-citanya masih tetap hidup bersama kami dalam Recehan untuk Indonesia. Dan di pusaranya, kami telah menjanjikan akan memperjuangkan agar Recehan untuk Indonesia dapat diwarisi oleh generasi yang lebih baik, yang akan mewujudkan cita-cita kami untuk menjadikan kehidupan ini jadi lebih ramah kepada para anak yatim, piatu, dan dhuafa....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar