Minggu, 22 Juni 2014

Berbagi dengan Hati (13)

PENYELENGGARAAN yang ke-13, kegiatan santunan untuk anak yatim, piatu, dan dhuafa, yang merupakan sesi penutup dari kegiatan di luar bulan Ramadhan ini, diselenggarakan pada hari Minggu, 22 Juni 2014, di Cafe F1, Jalan Manggarai Utara Blok F No. 1, Jakarta Selatan, seperti biasanya. Ini penutupan sementara, sebab pada bulan Ramadhan temanya akan diganti dengan Berbuka dan Berbagi dengan Hati bersama Recehan untuk Indonesia. 

Dan itu artinya, waktu penyelenggaraannya akan diubah, yaitu pada sore hari. Harinya juga diubah. Bukan lagi hari Minggu, tapi menjadi hari Sabtu. Supaya bisa sambil bermalam-mingguan. Tidak mengganggu kegiatan belajar anak-anak yang disantuni, dan juga tak mengambil hari libur para penggerak Recehan untuk Indonesia di hari Minggu. Jadi, kalau ada yang mau membuat acara berbuka bersama keluarga besar, hal itu bisa dilakukan pada hari Minggu. Baik buat semua, dan insya Allah berkah.

Pada penyelenggaraan sebelumnya, hadir tamu yang kebetulan di wilayahnya, di Kampung Magesen, Kelurahan Manggarai, banyak memiliki anak yatim, piatu, dan dhuafa, yang kondisinya lumayan memprihatinkan. Nenny adalah salah seorang yang peduli dan mengurus mereka dengan sebisa-bisanya. Maka, penggerak Recehan untuk Indonesia memutuskan untuk menyantuni anak-anak dari kawasan itu mulai penyelenggaraan santunan berikutnya. 

Dan kalau pun terputus oleh penyelenggaraan baksos kesehatan, yang diselenggarakan pada pekan terakhir Juni, rencana itu akan dilanjutkan dalam acara Berbuka dan Berbagi dengan Hati bersama Recehan untuk Indonesia, yang diselenggarakan selama bulan Ramadhan.

Pada penyelenggaraan kegiatan santunan buat anak yatim, piatu, dan dhuafa yang ke-13 kalinya - yang ditetapkan sebagai acara santunan terakhir di luar bulan Ramadhan, yang diselenggarakan oleh komunitas gerakan moral – Recehan untuk Indonesia – ini, sebanyak 12 anak didatangkan dari Kampung Magesen, Manggarai, itu. 

Beberapa di antara mereka adalah anak yatim piatu. Dari awal Nenny sudah menginformasikan bahwa hidup sehari-hari anak-anak ini sangat sulit, karena penghasilan orangtuanya yang jauh dari memadai – sebagai pemulung, sehingga tak punya makanan adalah hal lumrah bagi mereka. Dan hal itulah yang membuat penggerak Recehan untuk Indonesia langsung memutuskan untuk menyantuni mereka.

Hujan, banjir, dan berenang di jalan
Di sepanjang penyelenggaraan kegiatan santunan yang diadakan oleh Recehan untuk Indonesia, baru kali ini tuan rumah ‘diduluin’ tamu. Pasalnya, pas tim penggerak Recehan untuk Indonesia, anak-anak yang mau disantuni sudah ada di tempat acara. Padahal waktu baru menunjukkan pukul 10.30, dan acara baru akan dimulai pada pukul 11.00. 

Dan parahnya lagi, saat itu Cafe F1 belum dibuka. Jadi, rupanya mereka yang membuka dan lalu duduk-duduk di dalam kafe yang masih kosong berantakan. Maka, begitu penggerak Recehan untuk Indonesia tiba, mereka langsung diminta keluar, lalu diberi kursi untuk duduk-duduk, supaya kafe bisa dibersihkan dan dipersiapkan.

Setelah ruangan kafe siap, sudah disapu dan permadani digelar, anak-anak itu dipersilakan masuk kembali. Pengelola kafe yang datang belakangan pun jadi panik mempersiapkan segala sesuatunya. Soalnya, mereka 'kan harus menyiapkan hidangan makan siang dan lain-lain. Sementara penggerak Recehan untuk Indonesia juga sibuk menyiapkan segala keperluan untuk acara. Dan apa yang dilakukan oleh anak-anak yatim itu? Mereka bercanda dan bergelut seperti sedang berada di rumahnya sendiri. Dasar anak-anak....

Ketika waktu Dzuhur tiba, TNOL mengajak mereka untuk pergi sholat ke masjid di Sekolah YMIK. Langit sudah begitu gelap oleh mendung. Untungnya atap kafe sudah diperbaiki, jadi tak ada kekuatiran akan bocor. Di tengah sholat, hujan turun dengan derasnya. Dan ini jadi cerita yang seru. Selesai sholat, anak-anak itu tak bisa dilarang untuk keluar masjid dan hujan-hujanan. Bagaimana TNOL dan penggerak Recehan untuk Indonesia tidak jadi senewen coba? Acara masih panjang, dan mereka basah kuyup hujan-hujanan. Bahkan ketika TNOL kembali ke kafe, setelah hujan mereda. Etty mengatakan bahwa anak-anak itu tadi bermain di jalanan yang sedang banjir. Mereka berenang di sana! Ya Tuhan....

Belum pernah makan ayam bakar...
Karena mereka basah kuyup, dan terpaksa pakaian mereka dilucuti untuk diperas dan diangin-angin sejenak, maka TNOL meminta pengelola kafe untuk membikinkan teh panas buat anak-anak itu supaya tak terlalu kedinginan. Untungnya Nenny punya inisiatif khas seorang ibu. Dia menyuruh tukang ojek langganannya untuk mengambilkan pakaian ganti buat anak-anak itu ke rumahnya masing-masing. Dan itu jelas makan waktu. Sehingga, sampai separuh acara, sebagian mereka ada yang memaksa tetap mengenakan pakaiannya yang basah, sementara yang lain pasrah dengan penutup badan minimal – karena pakaiannya diangin-angin supaya agak kering.

Seperti biasa, acara dimulai dengan makan siang. Nah, pada saat hidangan makan siang dengan lauk ayam bakar itu dibagikan, TNOL dibuat tertegun oleh cetusan polos salah seorang ibu dari anak-anak itu, “Alhamdulillah... anak saya ini belum pernah ngerasain makan ayam bakar, Pak.” Ya Tuhan...! Rasanya seperti ditikam hati TNOL mendengar pernyataan itu. Lalu, dengan senyum getir, TNOL bilang kepadanya, “Ya alhamdulillah ya, Bu, akhirnya Allah kasih rejeki ayam bakar buat anak Ibu. Insya Allah, nanti masih ada rejeki yang lebih besar buat Ibu dan anak-anak Ibu....” Dan ini yang pertama kalinya terjadi, anak-anak itu minta tambah nasi!

Selesai mereka makan, kemudian Ustadzah “Umi” Maimunah dipersilakan untuk memberikan tausiah kepada anak-anak. Alhamdulillah, mereka begitu antusias menyimak, walau sambil kedinginan dan setengah telanjang – sehingga Umi, sambil tertawa, beberapa kali menyuruh agar memperbaiki posisi duduk anak-anak itu, supaya ‘enak dipandang’ karena pakaian minimnya itu. Di tengah tausiah, tukang ojek datang membawa pakaian ganti buat anak-anak itu. Alhamdulillah. Tausiah dihentikan sebentar, untuk memberi waktu anak-anak itu berganti pakaian.

Usai menyimak tausiah, anak-anak itu kemudian diajak bermain game, yaitu menyusun puzzle, kemudian memasukkan benang ke lubang jarum, dan yang terakhir menghitung butiran pacar cina. Senang sekali melihat mereka begitu antusias dan gembira, terutama ketika mendapat hadiah. Soalnya, kalah menang semuanya mendapat hadiah.

Karena ancaman mendung di langit terlihat makin menyeramkan, maka acara buru-buru ditutup dengan pembagian goodybag dan uang santunan. Setelah berfoto bersama, mereka semua dipersilakan pulang. Karena terharu, dan tahu mengenai nasib anak-anak itu sehari-hari, Umi Maimunah ingin ikut memberi sedekah buat anak-anak yatim dari Kampung Magesen, kalau mereka dihadirkan lagi dalam kegiatan santunan Recehan untuk Indonesia.

Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar